INDONESIATREN.COM - Ikatan Dokter Indonesia (DI) Jawa Barat (Jabar) menyebut teknologi Wolbachia yang disuntikkan ke Nyamuk Aedes Aegypti dipastikan aman bagi manusia. Walaupun begitu, penelitian terhadap teknologi Wolbachia belum tuntas 100 persen.
"(Nyamuk Wobachi) Relatif aman, hanya mungkin penelitiannya belum tuntas 100 persen sehingga masih ada dua pendapat di ilmuan sendiri, karena masing-masing punya pertimbangan alasannya," kata Ketua IDI Jabar, dr Eka Mulyana saat dikonfirmasi pada Senin 27 November 2023.
Eka menerangkan, teknologi Nyamuk Wolbachia ini sebetulnya sudah dikenalkan peneliti sekitar speuluh tahun yang lalu, tetapi penelitiannya memang masih berlangsung hingga saat ini.
Teknologi Nyamuk Wolbachia bertujuan untuk penanganan penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) secara genetik alamiah, dari serangga ke serangga.
Baca juga: Dua Bulan Senyap, Gunung Anak Krakatau Kembali Erupsi Sebanyak Empat Kali, Kini Berstatus Siaga
"Jadi (Wolbachia) bukan hal baru. Memang metodenya ada dua, tapi salah satu disuntikkan ke nyamuknya,bukan rekayasa," kata dia menerangkan.
Dia menambahkan, apabila manusia tergigit nyamuk yang mengandung Wolbachia, tidak akan berdampak apa-apa.
Sebab, yang berbahaya itu jika tergigit Nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor atau pembawa virus DBD yang belum dilemahkan.
"Kalau digigit nyamuk itu enggak masalah, (hanya gatal) iya," ujarnya.
Baca juga: Lengkap! Ini Daftar Harga Motor Matic Honda Scoopy Terbaru, Mulai 21 Jutaan Aja Lho
Saat singgung mengenai penolakan pengembangbiakan Nyamuk Wolbachia di Bali, Eka menyebut hal itu merupakan kebijakan daerah masing-masing.
Menurutnya, wilayah yang menolak teknologi tersebut karena tidak ingin mengambil risiko apabila ada dampak sampingan. Sementara itu, wilayah yang menerima Wolbachia, pemerintah daerahnya akan memonitor dengan ketat supaya menekan risiko yang mungkin muncul.
"Itu pertimbangannya. 10 tahun lalu belum dibolehkan oleh Menkes. Kalau sekarang sudah dibolehkan oleh Pak Menkes, tentunya saja ini perlu monitoring yang ketat karena yang kita hindari dampak sampingannya, apakah lingkungan vektor ke nyamuk itu maupun ke manusia," tuturnya.
Berdasarkan laman Universitas Gadjah Mada (UGM), teknologi Wolbachia ditemukan oleh Founder dan Direktur WMP Global, Prof. Scott O’Neill pada 2008. Setelah melakukan ribuan kali percobaan, dia berhasil mengisolasi Wolbachia dari Drosophila melanogaster (lalat buah) ke dalam telur nyamuk Aedes aegypti.
Baca juga: Heboh, Warung di Cisarua Bogor Meledak, Satu Pemotor Terluka
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, Vini Adiani Dewi memastikan Nyamuk Wolbachia bukan hasil rekayasa genetik. Sebab, bakteri Wolbachia dihasilkan dari beberapa serangga seperti lalat limbah atau kerap disebut rametuk.
"Bakteri Wolbachia itu merupakan bakteri alami yang ada di beberapa serangga, salah satunya kalau kita sebut rametuk (lalat limbah)," kata Vini saat dikonfirmasi pada Kamis, 23 November 2023.
Dia menerangkan, ketika Nyamuk Aedes Aegypti diberikan bakteri Wolbachia, Virus Dengue yang menyebabkan DBD ini akan mati. Oleh karena itu, Nyamuk Wolbachia ini bukan hasil dari rekayasa genetik karena dihasilkan pemindahan dari serangga ke Nyamuk Aedes Aegypti.
"Jadi tidak ada rekayasa genetik karena bakterinya alamiah hanya dipindahkan lah dari tubuh serangga lain ke tubuh Nyamuk Aedes Aegypti," kata dia menerangkan.(*)