INDONESIATREN.COM - Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menanggulangi, meminimalisir, sekaligus memerangi wabah Demam Berdarah Dengue (DBD). Satu caranya melalui pengembangbiakan dan penyebaran nyamuk Wolbachia.
Namun, pola itu menimbulkan beragam pro-kontra masyarakat. Seperti yang terjadi di Kota Bandung.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti Nyamuk Wolbachia (AMAN) menolak pengembangbiakan dan penybaran Wolbachia.
Saat berunjuk rasa beberapa belum lama ini di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar, Koordinator aksi, Babe Aldo, menilai penyebaran Wolbachia cukup berbahaya.
Baca juga: Musim Hujan kok Cuacanya Panas? BMKG Buka Suara Soal Penyebabnya
Dia beralasan bahwa selama ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak pernah menyampaikan risiko penyebaran serangga tersebut.
Babe Aldo menganggap kerusakan ekosistem alam yang menyebabkan penyebaran Wolbachia. Jadi, dia menegaskan, pihaknya meminta DPRD Jabar mendengarkan aspirasi masyarakat soal Wolbachia.
Meski ditolak massa, Pejabat (Pj) Gubernur Jabar, Bey Triadi Machmudin, punya pendapat lain. Bey Triadi Machmudin menuturkan, Kemenkes menguji Wolbachia selama belasan tahun.
"Hasilnya, nyamuk itu bisa mengurangi kasus DBD," kata Bey Triadi Machmudin.
Baca juga: Peristiwa Jalur Maut Parung Panjang Jadi Perhatian Serius, Bey Machmudin Lakukan Hal Ini
Berdasarkan penelitian Kemenkes, kata Bey Triadi Machmudin, Wolbachia bisa melemahkan kerabatnya yang menjadi penyebab DBD, yaitu nyamuk Aedes Aegypti.
Karena itu, Bey Triadi Machmudin tetap ingin pengembangbiaan dan penyebaran Wolbachia terus bergulir. "Kami ingin menurunkan, jangan sampai penularan terjadi tinggi," tuturnya.
Berdasarkan data Dinkes Jabar, Selama 2023, terjadi 13.844 kasus DBD. Sebanyak 90 orang meninggal akibat DBD.
Tahun lalu, kasus DBD terbanyak terjadi di Kota Bandung, yakni 5.205 kasus. Terbanyak berikutnya adalah Kabupaten Bandung sebanyak 4.191 kasus,
Baca juga: Bupati Sukabumi Launching Pengoperasian 4 Pos Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan
Selanjutnya Kota Bekasi dan Kota Depok. Masing-masing sebanyak 2.442 kasus serta 2234 kasus. (*)