INDONESIATREN - Seiring dengan terus berkembanganya teknologi dgital, sistem keuangan pun turut mengalaminya.
Faktanya, dalam beberapa tahun terakhir, sistem pembiayaan berbasis teknologi, yaitu Financeial Technology (Fintech) Peer to Peer (P2P) Lending alias pinjaman online (pinjoL) hadir begitu maraknya.
Memang, kehadiran pinjol mempermudah masyarakat memperoleh aksses pembiayaan. Namun, ada hal lain di balik pembiayaan via pinjol.
PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk (Persero) menginformasikan, banyak masyarat yang mengalami penolakan pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena terjerat utang pinjol.
Winang Budoyo, Chief Economist Bank Tabungan Negara (BTN), menginformasikan, pihaknya menolak 30 persen pengajuan KPR karena nasabahnya punya tunggakan pinjol.
Baca juga: Syukurlah, Harga Brght Gas Jadi Lebih Murah, Berapa Nominalnya?
Ironisnya, kata dia, nominal tunggakan itu tidaknya besar. Nonimalnya, sebut dia, sekitar Rp 100 ribu-Rp 200 ribu.
Meski nominalnya kecil, tegas dia, pihaknya tetap menolak pengajuan KPR. Hal itu mengacu pada regulasi industri keuangan.
Tentunya, sambung dia, adanya penolakan pengajuan KPR tersebut bisa menghambat misi pemerintah untuk mengurangi backlog perumahan, yang saat ini sebanyak 12,7 juta unit.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mewanti-wanti masyarakat agar bijak dalam menggunakan pinjol.
Baca juga: Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Tidak Berubah, Tetap 6 Persen
Apabila memiliki tunggakan, ujarnya, identitas masyarakt tercantum dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Efeknya, credit scoring masyarakat buruk.
Ini berarti, jelas dia, masyarakat yang credit scoringnya rendah, tidak bisa mengajukan pembiayaan apa pun, termasuk KPR.
Soal suku bunga pinjol, belum lama ini, OJK menyatakan, mulai Januari 2024, suku bunga pinjol pada posisi 0,3 persen-0,067 persen. (*)