INDONESIATREN.COM - Penerapan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), saat ini sedang diprotes banyak pihak terutama pengusaha hiburan.
Sebab, dalam UU tersebut menetapkan penambahan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa, sebesar 40 hingga 75 persen. Sementara, penambahan PBJT seperti makanan dan minuman, jasa perhotelan, dan jasa kesenian paling tinggi sebesar 10 persen.
Berdasarkan hal itu, Anggota Komisi I DPR RI, Nurul Arifin mengatakan, hari ini pemerintah sedang mengkaji ulang tentang pajak hiburan tersebut.
Nurul menilai, langkah pemerintah untuk mengkaji ulang penerapan UU HKPD menjadi kebijakan yang bagus. Sebab, langkah tersebut menandakan bahwa pemerintah mendengar aspirasi masyarakat terutama pengusaha hiburan.
Baca juga: Viral! Sepasang Sejoli Paruh Baya Asyik Bercumbu di Tempat Umum, Netizen: Mending ke Hotel Aja
"Hari ini Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) ada ratas (rapat terbatas) membahas tentang pajak hiburan tersebut. Karena ini akan ada evaluasi kembali," kata Nurul saat ditemui awak media di Bandung pada Jumat, 19 Januari 2024.
Menurut kader Partai Golkar itu, pemerintah tidak perlu menaikkan pajak hiburan tetapi harus mengefektifkan pengutannya saja. Apalagi, kondisi perekonomian di sektor jasa hiburan belum sepenuhnya pulih pascapandemi Covid-19.
"Hanya perlu diefektifkan pungutan pajak itu. Karena pascapandemi Covid-19 ini kan belum normal sepenuhnya baik pengusaha dan masyarakat yang memang membutuhkan hiburan tersebut," tuturnya.
Apabila UU itu dipaksa untuk diterapkan pemerintah, maka akan berdampak luas kepada masyarakat yang memiliki jasa hiburan. Bahkan, orang-orang yang terlibat di dalamnya seperti pegawai maupun masyarakat tak luput dari dampaknya.
Baca juga: Ridwan Kamil Dilaporkan ke Bawaslu Jabar, Sekjen Partai Golkar Angkat Bicara
"Kalau pajak hiburan dikenakan begitu besar angkanya, di tengah masyarakat yang punya jasa hiburan, orang-orang yang terlibat, berkerja di situ, dan sebagainya juga konsumen misalkan butuh hiburan ke karaoke dan sebagainya, ini menjadi sulit," ujarnya.
Nurul berharap, keputusan pemerintah hari ini bisa mengoptimalkan penerimaan pajak tanpa memberatkan pelaku industri hiburan.
"Saya tidak tahu pasti angkanya (ideal pajak hiburan) tapi dalam situasi seperti ini lebih baik angka yang sudah ada di- maintenance dulu," kata dia.(*)