INDONESIATREN.COM -Gunung Wato-wato, merupakan wilayah sakral oleh warga Buli, di Kecamatan Maba, Halmahera Timur (Haltim).
Di gunung ini ada hutan lindung dan hutan desa sebagai daerah resapan air.
Mata air yang mengalir melalui tiga sungai besar dan beberapa anak sungai selama ini jadi sumber air utama warga sekitar.
Bahkan, jadi sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Buli.
Baca juga: Perkuat Literasi Keuangan, PNM Ajak Nasabah Lakukan 5 Hal untuk Lindungi Data Pribadi
Ketenangan alam dan kehidupan warga mulai terusik kala perusahaan tambang, PT Priven Lestari mengantongi izin dari pemerintah seluas 4.953 hektar.
Dari luasan ini konsesi perusahaan tambang nikel berada di hutan lindung seluas 2.672,2 hektar.
Pemerintah Haltim mengeluarkan surat rekomendasi arahan penyesuaian tata ruang pada Priven Lestari tahun 2018.
Baca juga: Alami Pemadaman Listrik Berbulan-bulan, PLN Sebut Mati Lampu di Makassar Berakhir 1 Januari 2024
Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato, mendesak bupati dan DPRD Halmahera Timur segera membatalkan rekomendasi ini.
Mereka juga meminta penegak hukum menindak tegas pejabat yang sengaja mengeluarkan rekomendasi itu.
Di Halmahera Tengah, Maluku Utara, warga juga protes tambang nikel yang cemari sungai mereka.
Baca juga: Viral! Perusahaan Minuman di Polandia Menggunakan Robot AI Sebagai CEO
Sekitar 40-an mama-mama dari Desa Sagea dan Kiya, berkumpul pada 28 Oktober lalu.
Bersama warga yang lain, mereka protes di kawasan industri PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) karena Sungai Sagea, keruh lagi.