INDONESIATREN.COM - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi angkat bicara pascapenangkapan HC, eks Kepala Ruangan Covid-19 RSUD Palabuhanratu yang ditangkap Polda Jabar akibat penyalahgunaan uang insentif tenaga kesehatan (nakes).
Sekretaris Dinkes Kabupaten Sukabumi, Masykur Alawi mengataku merasa prihatin atas kejadian tersebut. Pria yang juga Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Sukabumi itu menyerahkan sepenuhnya perkara ini kepada aparat penegak hukum.
"Baik sebagai sekretaris Dinkes maupun selaku Ketua PPNI tentunya kami prihatin. Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya pada aparat penegak hukum," kata Masykur kepada Indonesiatren.com melalui sambungan telepon, Kamis, 28 Desember 2023.
Lebih lanjut, Masykur menjelaskan kejadian ini menjadi evaluasi bagi Dinkes Kabupaten Sukabumi untuk lebih mengawasi penggunaan anggaran, meski dalam perkara ini telah dilimpahkan kepada pihak UPTD RSUD Palabuhanratu selaku kuasa pengguna anggaran.
"Yang mengawasi langsung dalam hal ini adalah kepala rumah sakit yang bersangkutan, tapi di sini tidak terlepas dari pengawasan Dinkes dalam konteks pemantauan. Ini jadi evaluasi bersama," kata Masykur.
Masykur mengaku belum bisa berbicara lebih banyak mengenai perkara ini. Namun demikian, ke depan Dinkes Kabupaten Sukabumi akan lebih meningkatkan upaya pengawasan, agar hal serupa tidak terjadi kembali.
"Ini pembelajaran bagi kami. Harus lebih ketat melakukan monitoring dan pengawasan, baik itu ke UPTD puskesmas maupun ke UPTD rumah sakit, karena memang itu di bawah tanggung jawab kami," ungkapnya.
Baca juga: Dinkes Pastikan Seluruh Rumah Sakit di Jabar Sudah Siapkan Ruang Isolasi Covid-19 Sebanyak 10 Persen
Diberitakan sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Jabar meringkus mantan Kepala Ruangan Covid-19 UPTD RSUD Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi berinisial HC, yang berstatus sebagai PPPK.
HC ditangkap karena kedapatan melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) berupa penilapan uang insentif nakes yang menangani Covid-19 dan santunan dana kematian sekitar Rp5,4 miliar.
Penyalahgunaan uang ini dilakukan HC lewat cara mengajukan data fiktif 180 nakes yang menangani Covid-19. Kemudian, HC menerima uang secara bertahap, lalu dialokasikan untuk kas rumah sakit dan memenuhi kebutuhan pribadi, seperti membeli mobil.