Panbers

PHRI Sebut Kenaikan Pajak Hiburan 40 Sampai 75 Persen Jadi Jalan Terjal Kemajuan Pariwisata di Jabar

Teritori
Selasa, 16 Jan 2024 18:52
    Bagikan  
PHRI Sebut Kenaikan Pajak Hiburan 40 Sampai 75 Persen Jadi Jalan Terjal Kemajuan Pariwisata di Jabar
Indonesia Tren/ Ade Mamad Sam

Ilustrasi Kawasan wisata pantai selatan.

INDONESIATREN.COMKebijakan kenaikan pajak hiburan sebesar 40 sampai 75 persen bisa menjadi penghambat kemajuan sektor pariwisata terutama bagi pengusaha hotel menyediakan tempat hiburan.

Pemberlakuan kebijakan itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Dalam UU itu ditetapkan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) seperti makanan dan minuman, jasa perhotelan, dan jasa kesenian paling tinggi 10 persen.

Sementara, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa, pajaknya ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. 

Baca juga: Kawasan Hutan di Jabar Mengalami Deforestasi dan Degradasi, Bandung Raya Berstatus Sangat Kritis

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar, Herman Muchtar pun angkat bicara. Dia menilai pemberlakukan kebijakan tersebut tentunya akan berdampak pada industri pariwisata.

"Iya itu kan membunuh pengusahaan hiburan menghambat peningkatan kemajuan pariwisata khususnya Jabar," kata Herman, Selasa 16 Januari 2024.

Menurutnya, pemerintah harus berpikir ulang sebelum menerapkan UU tersebut. Pasalnya, perekonomian di sektor pariwisata belum sepenuhnya seusai dihantam pandemi Covid-19.

"Baru selesai pandemi Covid-19, pemulihan juga belum jalan, sekarang dibebankan (aturan) seperti itu, mana mungkin," tuturnya.

Baca juga: Pria di Bandung Tewas Tertemper Commuter Line, Jenazah Dievakuasi ke RS Sartika

Herman menyebut pemerintah seharusnya mendukung pemulihan ekonomi bagi para pengusaha di sektor pariwisata. Dukungan tersebut bisa direalisasikan melalui pinjaman bukan penerapan kebijakan pajak baru.

"Harusnya pemerintah mendukung dulu recovery, restoran 2,5 tahun tutup setelah tutup kan berantakan ancur-anjuran. Sedangkan pemerintah tidak mengeluarkan pinjaman dana hiburan," ucapnya.

Dengan demikian, Herman menilai UU tersebut tidak berpihak bagi pelaku pariwisata. Sebab, dalam menentukan aturan itu pemerintah sama sekali tidak melibatkan para pelaku pariwisata. 

"UU enggak gampang diubah, bukan Perpres, Perwal, Perbup. UU ini tidak bisa diserahkan ke masing-masing daerah. Gubernur, Bupati, Wali Kota enggak bisa melanggar UU," kata dia. (*)

Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News