INDONESIATREN.COM - Setiap sektor usaha, tentunya, agar bergulir aman, tertib, dan tidak merugikan konsumen, terikat oleh beragam regulasi.
Begitu juga dengan Financial Technology (Fintech) Peer to Peer (P2P) Lending alias pinjaman online (pinjol).
Supaya perkembangan pinjol lebih terakselerasi, terkontrol, dan tidak merugikan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan regulasi
Regulasi itu pun mencakup persyaratan dan sanksi bagi para pelaku pinjol. Apabila terjadi pelanggaran atau hal-hal yang tidak sesuai persyaratan, sebuah pinjol bisa bernasib buruk, yakni penghentian aktivitas atau pencabutan izin usaha.
Baca juga: Nataru 2023-2024: PLN Garansi Pasokan Listrik di Jabar Tetap Aman
Seperti yang dialami PT Dana Akur Abadi, korporasi yang menaungi Fintech P2P Lending bernama Jembatan Emas.
Dalam keterangannya, karena tidak bisa memenuhi persyaratan tentang modal minimum, OJK menghentikan aktivitas pinjol Jembatan Emas.
Soal modal minimum bagi pibjol, OJK menetapkan angka Rp12,5 miliar. Pemenuhan modal minimum secara bertahap. Yakni, bernilai Rp2,5 miliar pada peride Juli 2023.
Tahap berukutnya, Juli 2024, nominalnya Rp7,5 miliar. Lalu, pada Juli 2025, bernominal Rp12,5 miliar.
Baca juga: Akhir Tahun Ini, OJK Rilis Regulasi Baru Soal Asuransi Kredit
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, menginformasikan, terhentinya aktivitas Jembatan Emas setelah pinjol itu mengembalikan izin operasional kepada pihaknya.
Seiring dengan hal itu, ungkap Agusman, saat ini, jumlah pinjol yang terdaftar secara resmi sebanyak 101 perusahaan.
Bicara tentang nilai pembiayaan yang disalurkan Fintech P2P Lending, Agusman menuturkan, pada Oktober 2023, angkanya Rp 58,05 triliun atau menggeliat 14,2 persen secara tahunan.
Sedangkan rasio Risiko Kredit Macet alias Tingkat Wan-Prestasi (TWP), secara agregat pada level 2,89 persen. (*)